dianrakyat.co.id, Jakarta – Masyarakat lokal seperti suku Badui di Lebak, Bantan menghadapi berbagai potensi gangguan kesehatan. Salah satunya adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
Penduduk kota biasanya terkena ISPA karena sering menelan polusi udara dari knalpot kendaraan. Selain itu, warga Baduy juga bisa mengalami ISPA karena menghirup asap kayu.
“Saya melihat banyak masalah kesehatan (pada suku Badui), termasuk masalah infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA yang umum terjadi di pedesaan karena lingkungannya kotor dan mereka terpapar asap kayu, dan hal ini masih terjadi,” pakar kesehatan global Dickie kata Budiman kepada Healthdianrakyat.co.id melalui pesan suara, Sabtu (4/1/2024).
ISPA bukan satu-satunya penyakit yang ditemukan pada warga Badui. Penyakit lain yang sering mereka alami adalah penyakit kulit.
“Beberapa kondisi kulit masih terlihat, misalnya panu, biasanya disebabkan oleh kebersihan diri yang kurang baik.”
“Setelah survei juga banyak ditemukan kasus anemia, terutama pada perempuan dan anak-anak, dan kami segera memberikan mereka transfusi darah tambahan,” jelas Dickey.
Keluhan yang paling banyak dikeluhkan warga Badui adalah diare. Hal ini terkait dengan sanitasi dan air minum yang tidak bersih.
“Alhamdulillah, saya belum menemukan kekurangan energi kronis pada ibu hamil, meski risiko stunting masih menjadi masalah bagi masyarakat Badui,” jelas dosen pembimbing Sekolah Pascasarjana Universitas YARSI yang 22 Desember Kunjungi Baduy Tahun 2024. . .
Kunjungan Dicky Budiman ke Badawi bertujuan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat dengan mempercepat penurunan angka stunting di Provinsi Banten.
Setelah kunjungan tersebut, ia mengetahui bahwa masyarakat Badui tidak memahami tentang stunting, namun mereka mengetahui bahwa anak-anak harus mengonsumsi makanan bergizi.
“Apakah mereka tahu tentang stunting?” Kalau bicara stunting tentu belum atau belum.” Tapi kalau soal makan makanan bergizi seimbang, air bersih, alhamdulillah mayoritas sudah paham.
Pakar keamanan dan ketahanan kesehatan SPS YARSI dan CEPH Griffith menambahkan, stunting bukan hanya soal makanan tapi juga soal kebersihan.
“Bicara stunting bukan hanya soal makan saja, tapi juga soal MCK (siram pancuran dan toilet), kebersihan yang baik, tidak buang air besar di kebun atau sungai, tentu masih menjadi tugas rumah,” jelas Dickey.
Selain permasalahan toilet, masyarakat Badui masih menghadapi permasalahan pendidikan. Hal ini disebabkan karena mereka tidak bersekolah.
“Mereka tidak bersekolah, mereka tidak belajar membaca atau menulis.” Hal ini akan menghambat akses mereka terhadap informasi tentang apa itu makanan sehat dan lain sebagainya.
Kurangnya pendidikan menjadi salah satu penyebab masyarakat Badui menjadi korban stunting. Misalnya juga terkait dengan pemanfaatan air sungai. Dickey tak memungkiri air sungai di Badui memang bersih, namun tetap membutuhkan pengolahan yang baik untuk memanfaatkannya.
“Kalau di sungai, airnya relatif bersih, tapi kalau untuk dikonsumsi harus tahu cara menyiapkannya. Kalau musim hujan mendung, perlu pelatihan terus-menerus.” “Tentunya kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, tapi mereka harus bisa mengakses sendiri informasi atau pengetahuan itu,” jelas Dickey.
Risiko stunting pada anak Badawi semakin meningkat karena kebiasaan merokok sudah menjadi hal yang lumrah di Badawi.
“Masalahnya rokok, kebiasaan merokok itu sangat umum di kalangan mereka. Saya khawatir dengan masalah penyakit pernapasan dan paru-paru di kalangan masyarakat (Bedoui). Anak muda juga merokok, kan?” Sangat disayangkan,” kata Dickey.
Dickey pun mengungkap alasan warga Badui tahu dan kini kecanduan rokok. Menurutnya, warga Badui kerap mengambil rokok dari wisatawan atau wisatawan.
“Pengunjung ini berhenti merokok dan itu tidak baik, harus ada cara untuk mengurangi masalah merokok,” kata pria yang juga seorang ahli epidemiologi ini.