dianrakyat.co.id, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan hingga Maret 2024, penerimaan pajak kripto sudah terkumpul Rp 580,20 miliar. Pendapatan tersebut mencapai Rp 246,45 miliar pada tahun 2022, disusul pendapatan sebesar Rp 220,83 miliar dan pada tahun 2024 sebesar Rp 112,93 miliar.
Penerimaan pajak kripto sebesar Rp 273,69 miliar pada penerimaan PPh 22 untuk transaksi penjualan kripto di platform jual beli kripto (bursa). Setelah itu, penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di bursa berjumlah Rp 306,52 miliar.
Fintech pajak (P2P lending) juga menambah penerimaan pajak sebesar Rp 1,95 triliun pada Maret 2024. Penerimaan pajak fintech berasal dari Rp446,40 miliar pada tahun 2022, Rp1,11 triliun pada tahun 2023, dan Rp394.920423 pada tahun 2023.
Pajak fintech sebesar PPh 23 dan bunga pinjaman yang diterima WPDN Rp 677,78 miliar, PPh 26 BUT, WPLN Rp 231,43 miliar, dan PPN DN deposito berjangka Rp 1,04 triliun. Penerimaan pajak bagi pelaku ekonomi digital lainnya selanjutnya akan bersumber dari penerimaan pajak SIPP.
Pada Maret 2024, penerimaan pajak SIPP sebesar Rp 1,77 triliun. Penerimaan pajak SIPP sebesar Rp402,38 miliar pada tahun 2022, Rp1,1 triliun pada tahun 2023, dan Rp252,16 miliar pada tahun 2024, termasuk Rp119,88 miliar dan PPN sebesar Rp6 triliun.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti dalam keterangan resmi, Selasa (9/4/2024), mengatakan hal itu demi keadilan dan menciptakan level playing field bagi dunia usaha. sektor) bagi pelaku usaha, baik tradisional maupun digital. Pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang menjual produk dan menyediakan layanan digital dari luar negeri.
Ia menambahkan, pemerintah akan menjajaki potensi bisnis ekonomi digital lainnya, seperti pajak kripto atas perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan peminjam, dan pajak atas pembelian barang dan/atau jasa. SIPP pajak atas transaksi. Sistem informasi pengadaan publik.