Teknologi BPJS Kesehatan Sudah Berkembang, Dirut Ali Ghufron: Tapi Tidak Semua Masyarakat Melek Digital

Read Time:2 Minute, 7 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan seringkali membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Antrian hingga enam jam merupakan hal biasa. Hal ini menyebabkan tagihan sepatu di puskesmas dan puskesmas. Dengan kata lain, karena antrian yang panjang, pasien memilih untuk meninggalkan sepatunya sebagai simbol antrian. Sementara mereka menunggu.

Ketika permasalahan ini semakin memprihatinkan, BPJS Kesehatan punya solusinya. Tagihan online atau upaya menarik tagihan online. Dengan adanya tagihan ini, pengguna tidak perlu datang ke Puskesmas (FASC) pagi hari, melainkan menyukai tagihan yang tersedia secara online.

Hal ini merupakan dampak dari perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Alhasil, waktu tunggu bisa dikurangi menjadi 2,5 jam.

Sayangnya, menurut BPJS Kesehatan, masyarakat belum menyadari perubahan teknologi tersebut. Bahkan dengan program online, sebagian masyarakat datang ke Puskesmas sebelum waktu pelayanan.

“Kita buat RUU online, tapi tidak semua masyarakat benar-benar melek digital, tidak semua,” kata Direktur BPJS Kesehatan Ali Gufron Mukti kepada Health dianrakyat.co.id di Konferensi Internasional ke-17 Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Jaminan Sosial (ICT). . ) di Bali, Rabu (6/3/2024).

Oleh karena itu, tambah Ali, diperlukan perubahan besar-besaran tidak hanya di bidang teknologi tetapi juga di masyarakat.

“Hal ini membutuhkan perubahan tidak hanya dalam pemikiran, keterampilan, tetapi juga dalam budaya.”

Ali mencontohkan, saat berkunjung ke salah satu puskesmas di Kulonprogo, ia melihat ada warga yang mendaftar.

“Ada seorang perempuan yang menggunakan saluran tersebut, dia mendapatkannya pada pukul 10.00, tetapi pada pukul 07.30 saya pergi ke Puskesmas dan dia ada di sana dan rumahnya dekat.”

Menurut Ali, sang ibu khawatir ada yang meminum pilnya.

“Jadi budayanya tidak berubah. “Budayanya budaya takut ambil dari orang, padahal pakai sistem baru, antri online, orang tidak bisa ambil,” kata Ali.

Di sisi lain, sebagian orang mencari nasihat namun merasa risih jika tidak bertemu langsung dengan tenaga kesehatan profesionalnya.

“Banyak dari kita, meski menggunakan layanan online, tapi tidak datang langsung ke rumah sakit (merasa itu tidak cukup). Bisa konsultasi (di Internet). “Misalnya kita bayar saat kita membayar.” dibayar, kalau kita (langsung (uang) kita kurang puas,” kata Ali.

Hal seperti ini tidak hanya terjadi di dalam atau antar komunitas, namun juga terjadi di komunitas lokal.

“Iya, kalau masyarakat pada umumnya dan kalau usia kolonial, 60 tahun ke atas. Belajar hal baru itu sulit, butuh waktu.”

“Tentu bisa ditentukan apakah dia punya cucu atau punya anak, tapi anaknya susah, malas tanya ke nenek atau kakeknya. Ya, itu masalahnya.”

Meski begitu, tambah Ali, jumlah pengguna aplikasi seluler JKN terus bertambah dan kini sudah ada 34 juta orang yang mengunduh aplikasi tersebut.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Ilmuwan Buka Jalan untuk Teknologi 6G
Next post Pendaftaran Program Beasiswa Unggulan 2023 Telah Dibuka!