Indeks Nikkei Kembali Cetak Rekor Tertinggi, Investor di Bursa Saham Asia Menanti Data Ekonomi

Read Time:3 Minute, 10 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Indeks Nikkei 225 Jepang mencapai rekor tertingginya pada perdagangan Senin (26/2/2024) seiring kembalinya pelaku pasar dari libur panjang akhir pekan. Sebagian besar indeks acuan pasar saham Asia Pasifik menguat.

Dikutip CNBC, indeks Nikkei 225 di Jepang dibuka menguat 0,5 persen, terakhir diperdagangkan pada 39.321,26, jauh di atas rekor penutupannya di 39.098,68.

Indeks Nikkei pertama kali menembus level tertinggi sepanjang masa pada tahun 1989 di level 38.915,87 pada perdagangan Kamis pekan ini. Indeks Topix naik 0,6 persen setelah bel pembukaan.

Investor akan fokus pada sejumlah data ekonomi yang diharapkan pada minggu ini, termasuk indeks manajer pembelian manufaktur Tiongkok dan data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi AS, yang merupakan ukuran inflasi pilihan Federal Reserve.

Indeks CSI 300 China mencatatkan kenaikan selama sembilan hari berturut-turut pada perdagangan Jumat lalu.

Indeks Hang Seng berjangka Hong Kong berada di level 16.728, naik tipis dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya di level 16.725,86.

Indeks Kospi Korea Selatan melemah 0,5 persen pada pembukaan perdagangan. Indeks Kosdaq meningkat 0,2 persen. Di Australia, indeks ASX 200 bertambah 0,2 persen.

Di Wall Street, indeks acuan mencapai level tertinggi sepanjang masa pada Jumat, 23 Februari 2024. Indeks S&P 500 naik 0,03 persen menjadi 5.088,8, menembus di atas 5.100 untuk pertama kalinya pada awal perdagangan.

Indeks Dow Jones bertambah 0,16 persen, mencapai level tertinggi baru. Indeks Nasdaq melemah 0,28 persen dan mencapai level tertinggi baru di awal sesi.

Sebelumnya dalam laporannya, CEO Smead Capital Management, Cole Smead mengatakan, pasar saham Amerika Serikat (AS) berada dalam posisi yang sangat berbahaya akibat tingginya angka lapangan kerja dan pertumbuhan upah.

Menurut Smead, hal ini menunjukkan kenaikan suku bunga yang dilakukan Federal Reserve (Fed) atau bank sentral AS tidak memberikan dampak yang diinginkan. Nonfarm payrolls tumbuh sebesar 353.000 pada bulan Januari, data baru menunjukkan minggu lalu, jauh di atas perkiraan Dow Jones sebesar 185.000.

Sementara pendapatan rata-rata per jam naik 0,6% setiap bulan, dua kali lipat perkiraan konsensus. Pengangguran tetap stabil pada level terendah dalam sejarah yaitu 3,7%.

Angka tersebut muncul setelah Ketua Fed Jerome Powell mengatakan bank sentral tidak mungkin memangkas suku bunga pada bulan Maret, seperti yang diperkirakan beberapa pelaku pasar.

Smead yang sejauh ini memperkirakan tekad konsumen AS dalam menghadapi kebijakan moneter yang lebih ketat.

Smead mengatakan risiko sebenarnya saat ini adalah seberapa kuat perekonomian meskipun ada kenaikan suku bunga sebesar 500 basis poin. Basis poin adalah 0,01%

“Kami tahu The Fed menaikkan suku bunga, kami tahu hal itu mengecewakan bank pada musim semi lalu dan kami tahu hal itu merugikan pasar,” kata Smead, dikutip CNBC, Selasa (6/2/2024).

Inflasi melambat secara signifikan dari puncak era pandemi pada bulan Juni 2022 sebesar 9,1%, namun indeks harga konsumen AS naik 0,3% bulan ke bulan di bulan Desember sehingga menjadikan tingkat inflasi tahunan menjadi 3,4%, juga di atas perkiraan konsensus dan lebih tinggi dari Perkiraan target The Fed sebesar 2%.

Beberapa ahli strategi mengatakan keuntungan dari data terbaru berarti upaya The Fed untuk merekayasa “soft landing” bagi perekonomian mulai membuahkan hasil, dan resesi kemungkinan akan kembali terjadi, sehingga membatasi pertumbuhan ekonomi. Namun, sisi negatifnya adalah untuk pasar yang lebih luas.

Direktur Pelaksana Charles Schwab Inggris. Richard Flynn mencatat pada hari Jumat bahwa hingga saat ini, laporan pekerjaan yang kuat akan menimbulkan peringatan di pasar.

“Meskipun suku bunga yang lebih rendah tentunya akan diterima, namun menjadi semakin jelas bahwa pasar dan perekonomian mampu mengatasi kondisi suku bunga tinggi dengan baik, sehingga investor merasa kebutuhan untuk pelonggaran kebijakan moneter tidak terlalu mendesak,” katanya dalam sebuah catatan.

Sentimen serupa diungkapkan oleh Daniel Casali, kepala strategi investasi di Evelyn Partners, yang mengatakan dukungannya adalah investor menjadi sedikit lebih nyaman karena bank sentral dapat menyeimbangkan pertumbuhan dan inflasi.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Lupa Niat Puasa Ramadhan di Malam Hari, Bagaimana Solusinya?
Next post Beri Hibah agar Konser Taylor Swift Eksklusif, Akankah Singapura Merugi?